Manusia itu unik karena di dunia ini tidak ada dua orang yang benar-benar sama. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Begitu pula dengan siswa. Mereka memiliki potensi berbeda-beda yang seharusnya dapat dikembangkan melalui pendidikan formal bernama sekolah. Guru seharusnya menyadari bahwa setiap siswa memiliki kualitasnya masing-masing yang tidak bisa begitu saja disamaratakan. Mereka berbeda, maka perlu penanganan yang berbeda pula.
Pada kenyataannya, sistem ranking di Indonesia membuat
siswa tidak dapat mengembangkan potensi mereka. Sebab, sekolah hanya menilai
siswa dari segi akademisnya saja. Peringkat membuat setiap siswa dicap
berdasarkan pintar atau tidaknya. Masalahnya, pintar atau tidaknya siswa
dilihat melalui hasil belajar yang dilambangkan dengan angka-angka, bukan pada
proses bagaimana siswa memahami suatu materi yang diajarkan.
Bila siswa memiliki nilai akademis bagus, belum tentu
nilai non-akademis mereka juga bagus. Begitu pula sebaliknya. Tak jarang siswa
dengan nilai akademis tidak bagus justru memiliki potensi yang luar biasa di
bidang non-akademis. Tetapi, dengan adanya sistem ranking, siswa dengan nilai
akademis tidak bagus akan dicap sebagai siswa bodoh, tidak peduli sejenius apa
siswa tersebut dalam bidang non-akademis. Guru perlu menyadari bahwa tidak ada
yang namanya siswa yang bodoh, yang ada adalah mereka yang pintar dalam
bidangnya masing-masing.
Sistem ranking yang notabene menyamaratakan kemampuan
siswa juga berdampak dalam hal evaluasi terhadap hasil belajar mereka. Soal-soal
yang diujikan biasanya tidak terlalu sensitif dalam menguji kemampuan
masing-masing siswa. Karena kemampuan mereka dianggap sama rata, soal yang
diberikan pun disamaratakan. Padahal, sudah jelas bahwa setiap siswa berbeda
dalam menangkap materi yang diajarkan. Ibaratnya, mereka dituntut untuk
menempuh garis finish yang sama,
tidak peduli meskipun mereka memulai dari garis start yang berbeda-beda.
Penyamarataan kemampuan siswa pada akhirnya akan melahirkan
suasana kompetisi. Kompetisi memang tidak sepenuhnya buruk jika dikelola dengan
baik karena dapat memotivasi siswa untuk berusaha lebih keras untuk mencapai
target yang diharapkan. Tetapi, tak jarang muncul suasana kompetisi yang tidak
sehat. Sadar atau tidak sadar, kompetisi akan menciptakan sebuah situasi di
mana setiap orang yang terlibat di dalamnya mengenal kata “musuh”. Menilik dari
segi evaluasi hasil belajar, kompetisi mengajarkan siswa untuk berlomba menjadi
peringkat pertama. Terkadang melebihi kemampuan mereka sendiri. Bila mereka
tidak mampu meraih standar yang ditetapkan, akan timbul dampak negatif yang tidak
diinginkan, antara lain bertindak curang saat ujian atau siswa merasa tertekan
karena takut dimarahi orang tua jika gagal dalam ujian dan menyebabkan
peringkatnya turun.
Oleh karena itu, sistem pemberian ranking sewajarnya
dikaji ulang untuk terus diterapkan di Indonesia. Bila kegiatan
belajar-mengajar tidak lagi berorientasi kepada hasil, melainkan lebih
berorientasi kepada proses pengkajian ilmu, guru memiliki kesempatan lebih
besar untuk mengarahkan siswa kepada cara belajar yang sesungguhnya menurut potensi
mereka masing-masing. Karena sebagai seorang pengajar sekaligus pendidik, guru
memiliki kewajiban untuk bisa memandu siswa mengembangkan potensi mereka
semaksimal mungkin.
Love your amazing and very interesting blog . I am also crazy of cats :)
BalasHapusxoxo
http://singingthumbelina.blogspot.com
thanks :)
BalasHapusI've seen your blog ... it's nice :D
Bermanfaat sekali..😊
BalasHapus