Kalau dipikir-pikir, manusia itu gampang lupa, ya? Juga
gampang terombang-ambing situasi. Contohnya saja umat Islam, banyak kan
yang tersesat dalam agamanya sendiri? Banyak kan yang gak paham ajaran
agamanya sendiri? Bahkan ada juga yang pengetahuannya hanya
setengah-setengah dan bolong di sana-sini. Yah, termasuk aku juga sih....
Situasi kita sama, kok. Saat ini kan kita tengah mempelajari lebih dalam
tentang agama kita, iya gak? Walaupun terseok-seok, Allah Azza wa Jalla pasti akan
selalu kasih jalan untuk umat-Nya yang senantiasa bersungguh-sungguh
memperdalam ilmu, terutama ilmu agama.
Hei, pertanyaanku tadi gimana?
Yang mana?
Malah balik nanya. Yang ini: kenapa banyak umat Islam yang tersesat dalam agamanya sendiri?
Oooh … yang itu. Sederhana saja. Pada dasarnya, mereka terlalu dilenakan oleh nikmat dunia.
Oooh … yang itu. Sederhana saja. Pada dasarnya, mereka terlalu dilenakan oleh nikmat dunia.
Hoo … Terus?
Coba pikirkan! Memangnya dunia itu kekal? Tidak, kan? Dunia itu ibaratnya adalah tempat singgah sementara sebelum kita menempati tempat sesungguhnya di akhirat sana. Entah itu surga, entah itu neraka … tinggal pilih.
Tapi, banyak sekali umat-Nya yang terjebak dalam kefanaan dunia ini. Hayo, nggak usah ngelak…. Yang kubilang itu benar, kan?
Coba pikirkan! Memangnya dunia itu kekal? Tidak, kan? Dunia itu ibaratnya adalah tempat singgah sementara sebelum kita menempati tempat sesungguhnya di akhirat sana. Entah itu surga, entah itu neraka … tinggal pilih.
Tapi, banyak sekali umat-Nya yang terjebak dalam kefanaan dunia ini. Hayo, nggak usah ngelak…. Yang kubilang itu benar, kan?
Yah, mana bisa mungkir? Memang kenyataannya sekarang sudah
seperti itu…. Kamu sendiri ngomong begitu, memangnya kamu orang suci yang
gak punya salah?
Siapa bilang? Justru aku bisa bilang seperti itu, karena saat ini pun aku sedang berjuang keras keluar dari jebakan dunia fana ini. Memang sangat sulit, tapi bukannya tidak mungkin.
Siapa bilang? Justru aku bisa bilang seperti itu, karena saat ini pun aku sedang berjuang keras keluar dari jebakan dunia fana ini. Memang sangat sulit, tapi bukannya tidak mungkin.
Memang bukan tidak mungkin, sih. Tapi, kalau boleh milih, aku
gak mau masuk neraka. Walaupun begitu, aku juga bukan hamba-Nya yang
baik. Lalu, gimana?
Memang benar … bahkan aku sendiri tidak merasa pantas masuk surga. Jadi, jalan satu-satunya hanyalah, buatlah dirimu pantas menjadi ahli surga.
Memang benar … bahkan aku sendiri tidak merasa pantas masuk surga. Jadi, jalan satu-satunya hanyalah, buatlah dirimu pantas menjadi ahli surga.
Caranya?
Jalanilah hidup di dunia yang sementara ini dengan tetap berpedoman pada Kalamullah dan Sunnah Rasul. Jadi, punya Al-Qur’an itu jangan cuma dibaca dan dipelajari doang, tapi juga diresapi dalam hati dan direalisasikan dalam perbuatan. Baru deh, komplit.
Jalanilah hidup di dunia yang sementara ini dengan tetap berpedoman pada Kalamullah dan Sunnah Rasul. Jadi, punya Al-Qur’an itu jangan cuma dibaca dan dipelajari doang, tapi juga diresapi dalam hati dan direalisasikan dalam perbuatan. Baru deh, komplit.
Hei, praktek itu gak segampang teori. Apa buktinya kalau
orang yang paham agama itu bener-bener merealisasikan apa yang diajarkan
oleh agama? Banyak kan contohnya? Orang-orang berkoar-koar agar umat
Islam menjalankan segala yang diajarkan agama. Tapi, buktinya
orang-orang itu malah ngelanggar juga, kan?
Tahu dari mana? Jangan menilai sembarangan, ah. Memangnya punya hak apa kamu menilai orang lain? Apa kamu yakin bahwa dirimu lebih baik dari mereka? Hanya Allah Azza wa Jalla yang tahu kadar amal seseorang, dan hanya Ia yang berhak menilai. Bisa jadi orang yang kita anggap orang yang tidak baik, tapi justru posisinya lebih mulia dibanding kita di sisi Allah Ta'ala.
Ingat gak kata pepatah? Semut di seberang lautan tampak, tapi gajah di pelupuk mata tidak tampak. Itulah akibatnya jika kita terlalu sering mencari-cari kesalahan orang lain, kita jadi tidak menyadari kesalahan kita sendiri.
Tahu dari mana? Jangan menilai sembarangan, ah. Memangnya punya hak apa kamu menilai orang lain? Apa kamu yakin bahwa dirimu lebih baik dari mereka? Hanya Allah Azza wa Jalla yang tahu kadar amal seseorang, dan hanya Ia yang berhak menilai. Bisa jadi orang yang kita anggap orang yang tidak baik, tapi justru posisinya lebih mulia dibanding kita di sisi Allah Ta'ala.
Ingat gak kata pepatah? Semut di seberang lautan tampak, tapi gajah di pelupuk mata tidak tampak. Itulah akibatnya jika kita terlalu sering mencari-cari kesalahan orang lain, kita jadi tidak menyadari kesalahan kita sendiri.
Jadi, saranmu?
Daripada sibuk mencela dan mengintropeksi orang lain, lebih baik intropeksi diri sendiri dulu. Apa jaminan bahwa kamu lebih baik dari orang lain? Apa pula jaminan bahwa orang lain lebih buruk dari kamu?
Daripada sibuk mencela dan mengintropeksi orang lain, lebih baik intropeksi diri sendiri dulu. Apa jaminan bahwa kamu lebih baik dari orang lain? Apa pula jaminan bahwa orang lain lebih buruk dari kamu?
Tapi, ada kok orang yang memang berbuat buruk. Kan faktanya banyak beredar di masyarakat.
Hush! Harus berapa kali sih kubilang? Jangan membicarakan keburukan orang lain. Iya, kalau benar, kalau salah? Itu namanya fitnah. Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.
Hush! Harus berapa kali sih kubilang? Jangan membicarakan keburukan orang lain. Iya, kalau benar, kalau salah? Itu namanya fitnah. Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.
Kalau keburukan orang lain yang dibicarakan itu benar?
Itu namanya ghibah. Banyak lho umat Islam yang sadar atau gak sadar sudah melakukan ghibah, terutama cewek. Bahaya banget. Bahkan ghibah itu diumpamakan dengan “memakan bangkai saudara sendiri”.
Itu namanya ghibah. Banyak lho umat Islam yang sadar atau gak sadar sudah melakukan ghibah, terutama cewek. Bahaya banget. Bahkan ghibah itu diumpamakan dengan “memakan bangkai saudara sendiri”.
Ih, kok ngeri sih…. Tapi, gimanapun juga sulit lho buat
menghindar dari ghibah. Contohnya aja, klo ngumpul sama teman-teman,
kita ini kan sebenarnya gak jauh-jauh amat dari ghibah. Bahkan, waktu
rapat di karang taruna aja gak ada bedanya. Awalnya memang ngomongin yang
serius, tapi waktu tiba saat istirahat, tetap aja ujung-ujungnya ke
ghibah, kan?
Ya, aku juga sependapat. Kalau mau menjauhi ghibah, ada beberapa cara, sih. Pertama, kalau udah ada tanda-tanda bahwa temen-temen kamu mau ngghibah, tegur aja. Kalau gak mempan, alihkan pembicaraan mereka. Kalau gak mempan juga, berusahalah buat gak ngedengerin, apalagi menanggapi … sama aja bohong. Kalau kamu merasa bahwa usaha buat gak ngedengerin mereka itu gagal (berhubung mereka mengghibah dengan suara keras, sehingga walaupun nutup kuping juga tetep kedengaran), sudah deh, gak pakai kompromi, tinggalin aja.
Ya, aku juga sependapat. Kalau mau menjauhi ghibah, ada beberapa cara, sih. Pertama, kalau udah ada tanda-tanda bahwa temen-temen kamu mau ngghibah, tegur aja. Kalau gak mempan, alihkan pembicaraan mereka. Kalau gak mempan juga, berusahalah buat gak ngedengerin, apalagi menanggapi … sama aja bohong. Kalau kamu merasa bahwa usaha buat gak ngedengerin mereka itu gagal (berhubung mereka mengghibah dengan suara keras, sehingga walaupun nutup kuping juga tetep kedengaran), sudah deh, gak pakai kompromi, tinggalin aja.
Tapi, nanti kalau mereka kutinggal begitu aja, mereka bisa marah dan aku dicuekin.
Lebih takut mana? Kemarahan mereka atau murka Allah Ta'ala?
Lebih takut mana? Kemarahan mereka atau murka Allah Ta'ala?
Ya…. Kalau ditanya begitu, sih….
Kalau hal itu jadi masalah buat kamu, ngeberesinnya gak susah. Bilang aja ke mereka kalau kamu mau pulang atau pergi ke mana, kek. Tapi, jangan bohong. Toh, kamu kan memang niat mau pergi, kan? Atau bilang aja mau cari udara segar. Lagi pula, itu gak bohong kok. Kalau dekat-dekat dengan majelis yang sedang ghibah, atmosfer sekitar memang terasa gerah.
Kalau hal itu jadi masalah buat kamu, ngeberesinnya gak susah. Bilang aja ke mereka kalau kamu mau pulang atau pergi ke mana, kek. Tapi, jangan bohong. Toh, kamu kan memang niat mau pergi, kan? Atau bilang aja mau cari udara segar. Lagi pula, itu gak bohong kok. Kalau dekat-dekat dengan majelis yang sedang ghibah, atmosfer sekitar memang terasa gerah.
OK! Yang itu aku ngerti. Tapi kalau kasusnya begini, nih…. Memang ada orang yang berbuat buruk. Dalam suatu majelis, orang-orang
membicarakan itu, tapi hal itu dimaksudkan agar hal-hal yang dibicarakan
tadi menjadi pembelajaran untuk peserta majelis. Kalau seperti itu apa
juga tidak boleh?
Boleh, dengan satu syarat.
Boleh, dengan satu syarat.
Apa syaratnya?
Jangan sebut nama. Sebut saja si Fulan atau si Fulanah, atau sebutan apa pun juga asal tidak menunjukkan identitas orang yang dibicarakan.
Jangan sebut nama. Sebut saja si Fulan atau si Fulanah, atau sebutan apa pun juga asal tidak menunjukkan identitas orang yang dibicarakan.
Jadi, kalau kita ingin mengadukan seseorang yang sudah
berbuat buruk dan melaporkan ke polisi, itu gak boleh? Kan gak mungkin
kita lapor ke polisi tanpa menyebut nama orang yang sudah berbuat buruk
itu?
Ah, yang itu lain soal, jangan disamakan. Kalau untuk hal seperti itu tidak dilarang, kok. Juga kalau kasusnya sudah sampai di persidangan, pasti banyak saksi yang bisa saja mengatakan keburukan tersangka. Hal itu boleh dilakukan, karena hakim tak akan bisa berbuat adil jika tidak tahu keburukan apa yang dilakukan tersangka, kan?
Ah, yang itu lain soal, jangan disamakan. Kalau untuk hal seperti itu tidak dilarang, kok. Juga kalau kasusnya sudah sampai di persidangan, pasti banyak saksi yang bisa saja mengatakan keburukan tersangka. Hal itu boleh dilakukan, karena hakim tak akan bisa berbuat adil jika tidak tahu keburukan apa yang dilakukan tersangka, kan?
Hoo … begitu ya? Ngerti deh, sekarang….
Ya, begitulah…. Bicaralah yang baik atau diam!
Ya, begitulah…. Bicaralah yang baik atau diam!
Tulisan Ragil yang ini berat Gil! >,< (yah, meskipun sudah dikemas dalam bentuk sedemikian rupa)
BalasHapus@Ayu Welirang
BalasHapusLOL
Gak apa-apa, deh XD
Sekali-kali pengen bikin tulisan yang berat *plak*
heheheee.. aku suka posting ini, ada tambahan ilmu yg saya dapat
BalasHapus@adhe goblog
BalasHapusmari saling berbagi ilmu :)
saya menikmati dan belajar :D
BalasHapus